Ketika basket pertama kali masuk ke dalam Olimpiade pada tahun 1936, banyak yang mempertanyakan keputusannya. Saat itu, Olimpiade lebih identik dengan olahraga individu seperti atletik, senam, dan renang, di mana keberhasilan seorang atlet sepenuhnya ditentukan oleh kemampuan pribadinya, bukan kerja sama tim. Basketball, yang dianggap sebagai olahraga khas Amerika dengan akar dari Massachusetts, tampak asing bagi banyak negara lain yang meragukan daya tarik internasionalnya.
Debutnya di Olimpiade Berlin juga jauh dari ideal. Pertandingan dimainkan di lapangan tanah liat terbuka, dan hujan membuat permukaan menjadi licin, menambah kesan bahwa olahraga ini belum cukup profesional untuk panggung besar seperti Olimpiade. Namun, dari awal yang penuh skeptisisme ini, basket perlahan membuktikan potensinya.
Seiring waktu, popularitas basket melonjak, dan Olimpiade memainkan peran penting dalam memperluas jangkauan olahraga ini. Puncaknya terjadi pada Olimpiade Barcelona 1992, ketika Amerika Serikat memperkenalkan “Dream Team.” Tim ini, yang diperkuat bintang-bintang NBA seperti Michael Jordan, Magic Johnson, dan Larry Bird, bukan hanya memenangkan medali emas, tetapi juga mengubah basket menjadi cabang olahraga yang dinanti-nantikan oleh penonton global.
“Dream Team” menunjukkan lebih dari sekadar kehebatan Amerika di lapangan. Mereka membuktikan bahwa basket telah berkembang menjadi olahraga yang diterima secara internasional, dengan penggemar dari berbagai belahan dunia terpikat oleh gaya permainan yang cepat, aksi yang dramatis, dan keterampilan yang luar biasa.
Inovasi terus berlanjut. Pada Olimpiade Tokyo 2020, format basket 3×3 diperkenalkan, membuktikan fleksibilitas dan daya tarik olahraga ini bagi generasi muda. Dengan format yang lebih ringkas dan intens, basket 3×3 memperluas aksesibilitas dan menambah keragaman dalam pengalaman menonton Olimpiade.
Dari awalnya yang diragukan, basket kini menjadi salah satu cabang olahraga yang paling dicintai di Olimpiade. Ini adalah kisah tentang bagaimana sebuah olahraga yang sederhana bisa berkembang menjadi fenomena global, menyatukan penggemar dari berbagai budaya, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Olimpiade modern.
Basketball mengajarkan kita bahwa perubahan dan inovasi sering kali memerlukan waktu untuk diterima. Namun, dengan dedikasi dan visi yang jelas, sesuatu yang pernah dianggap asing atau tidak cocok dapat berkembang menjadi bagian penting dari tradisi global. Dari lapangan tanah liat di Berlin hingga sorotan megah Olimpiade modern, basket telah membuktikan bahwa skeptisisme awal bukanlah akhir dari sebuah perjalanan.